(Gejayan Memanggil 2 Menjadi Penutup di September)
Jakarta menelan waktu dengan sangat cepat. Waktu melesat bagai kilat, tanpa jeda untuk nafas mendapatkan helaan.Beruntung, September yang cepat berlalu memiliki banyak kesan. Satu bulan, dilalui dengan kaki yang masih tegak berdiri, dan fisik yang masih sanggup untuk berjalan kemanapun tugas diberi.
Di Awal September, hati patah di Stadion Gelora Bung Karno. Melihat sayap Garuda harus patah, dengan cengkaram erat Harimau Malaya. Tangis bangga akan lagu Indonesia Raya di awal laga, harus berakhir dengan tangis sedih melihat Garuda tak mampu terbang tinggi.
Suporter berteriak mencaci, berlari ke dalam lapangan mewujudkan patah hati untuk ke sekian kali. Menunggu Indonesia menang, namun mendapatkan Garuda yang belum mampu memberi kata senang.
Cuaca pengap Jakarta di malam hari benar-benar menjadi penutup beribu kekecewaan yang entah dengan apa harus diobati.
Masuk di laga kedua, Indonesia bertemu tim kuat Asia Tenggara lainnya, Thailand. Pandang pesimis mengelilingi, hujatan terus menghantui, sorak dukungan menjadi sepi. Stadion Gelora Bung Karno kehilangan magis. Biasa menghantui tim lawan, kini menghantui punggawa kebanggaan. Bukan sorak dukungan sepanjang laga, tapi cemoohan yang didapat para punggawa.
Indonesia kembali kalah.
Sedih!
Beruntung, tugas di Ambon, Maluku, menjadi sedikit obat pada bulan September. Memberikan pelatihan kepada Asosiasi Provinsi Maluku terkait streaming, menjadi tugas yang diemban. Berangkat sendiri, melesat di udara selama kurang lebih 3 jam dihabiskan dengan film Pikachu lewat layar yang tersedia pada tiap-tiap bangku Batik Air.
Menghilangkan luka, membawa sedih pada lupa.
Mendarat di Bandara Pattimura, Ambon, badan langsung melesat menggunakan Ojek menuju ke singgasana tempat badan harus direbahkan. Membasuh seluruh badan yang benar saja tidak sempat mendapatkan air karena harus bersiap dari pukul 3 pagi.
"Istirahat dulu, nanti biar Kaka jemput, kita makan dulu," ujar Kaka Upi, Ketua Asosasi Provinsi yang sangat baik untuk menjamu diri ini.
Dengan badan yang siap untuk kembali pergi, Kaka Upi menjemput di depan hotel, lalu bergegas menuju tempat makan yang berada di pinggir pantai.
Indah betul memang Ambon ini.
Bersama bukit yang mengelilingi pinggiran pantai, angin segar menerpa tubuh yang selama ini hanya mendapatkan asap dari polusi di Jakarta yang belakangan benar-benar parah.
"Adik, masa ini istri saya telfon, ada isu Tsunami di Ambon," ujar Kaka Upi sambil menyuap ikan ke dalam mulutnya.
Enak betul, mengungkapkan kata Tsunami tanpa beban.
Jelas, mendengar kalimat barusan, langsung saja aku mengecek berita dari layar gawai. Ndeh, berharap menghibur diri dari kalahnya Timnas dan mantan kekasih yang tak memberi kabar lagi, aku dihadapkan dengan isu yang bisa memberi ucap Inalillahi.
Tak mau panik, aku hanya tertawa sembari melihat sekitar, kalau saja isu yang dilempar benar-benar kejadian. Setidaknya, aku masih ingin memberi pernyataan kepada yang diharap menjadi kekasih, meski entah apa jawabannya nanti.
(The City Hotel Ambon, sebagai penanda bahwa benar-benar pernah ke sini)
Untungnya isu hanyalah isu, kabar buruk di Ambon tak benar-benar kejadian pada waktu itu. Dan semua kegiatan yang berlangsung di Ambon berakhir dengan lancar, bersama orang-orang baik yang semoga di waktu yang akan datang masih bisa dijumpai lagi.
(Bersama Bude yang setia mendampingi di Maluku)
Kembali di Jakarta, memiliki waktu istirahat satu hari yang diisi dengan pertandingan lagi di Stadion Madya untuk pertandingan Indonesia di Kualifikasi Piala Asia U16, dengan kepentingan yang sama (memberikan pelatihan streaming kepada Asosiasi Provinsi), aku melesat lagi ke Jambi.
Dengan misi mencari hidup yang mampu menghidupi, semua tentu saja disanggupi, ah setidaknya agar tidak ditinggal menikah (lagi).
Tak beda dengan udara Jakarta, Jambi sedang menerima bencana asap yang membuat udaranya menjadi benar-benar buruk. Bahkan, pesawat yang tinggal mengeluarkan roda untuk mendarat, harus naik lagi ke udara karena kualitas pandangan yang terganggu karena asap. Berputar-putar di udara selama 1 jam, untuk benar-benar mendarat dengan selamat.
Di Jambi, Fiqih dan Bagas menjadi perwakilan Asprov Jambi untuk menemani. Dengan udara yang bahkan lebih parah dari Jakarta, kami melakukan pelatihan di Stadion dengan turnamen usia dini yang sedang berlangsung.
Bernafas pun sudah susah, sementara mereka tetap bermain tanpa kata menyerah untuk berjuang sekuat tenaga.Satu hari di Jambi, membawa sedikit ingat bahwa pernah ada Gadis baik yang singgah di hati dan berasal di tempat ini.
Ah,
mari terbang kembali lagi ke Jakarta, untuk melanjutkan kompetisi yang masuk di hari akhir pertandingan.
Mendarat pukul 11:00 WIB, aku berjanjian dengan Naufal yang juga melaksanakan tugas di Bengkulu. Kami bergegas menuju Stadion Gelora Bung Karno untuk hari pertandingan Timnas Indonesia U-16 kontra China U-16.
Tanpa penat, kami bersemangat, karena adik-adik ini berjuang untuk Garuda kembali terbang tinggi, mereka berjuang sekuat-kuatnya, segagah-gagahnya, dengan sebaik-baiknya. Meski hasil imbang yang diraih, mereka tetap lolos untuk membawa Indonesia di kompetisi Piala Asia di tahun 2020 nanti.
Seusai pertandingan, dengan muka sumringah melihat Indonesia berhasil mendapatkan tiketnya, tugas kembali diberikan.
"Jik, Fal, siap-siap ya, besok berangkat ke Jogja, untuk ambil konten pemain Timnas Wanita, kebutuhan dari AFC selaku federasi di Asia Tenggara,"
Satu pesan yang tentu saja dijawab dengan kata siap.
Selagi muda, lakukan apa saja, pantang lelah dan pantang menyerah. Begitu semboyannya.
Untungnya masih ada satu hari istirahat, karena ternyata keberangkatan kami berdua masih di lusanya.
Berangkat menuju kantor pada sore hari, untuk mengemasi kebutuhan barang yang diperlukan, kami terjaga, lebih baik berangkat dari kantor, daripada harus pulang dan pergi lagi, biar capek sekalian, kata Naufal.
Batik Air kembali membawa badan ini terbang lagi, setia kali aku sama maskapai ini.
Setidaknya di maskapai ini, 2 film sudah diselesaikan, Detective Pikachu, dan Aquaman. Dengan penerbangan Maluku-Jakarta, Jambi-Jakarta, dan Jakarta- Jogja.
Bersama Mbak Tugiyati yang ternyata juga berprofesi sebagai satpam, tugas dilaksanakan dan diselesaikan.
Di hari terakhir di Jogja yang sebenarnya cuma 2 hari satu malam, intro kembali diberikan, "siap-siap berangkat ke Jogja lagi ya,", ucapan dengan balasan "hahaha", yang memang kupikir bercanda.
Ternyata, benar saja, satu hari di Jakarta tepatnya pada hari Jumat, kabar untuk terbang lagi ke Jogja pada hari Sabtu kembali didapat.
Seperti kata Seringai,
Pulang ke rumah hanya terjaga
Lalu fajar pun menyapa
Melesat ke bandara
Terlelap di udara
Jogja membawa badan ini kembali, untuk mengikuti kompetisi Elite Pro Academy Liga 1 U16 selama beberapa hari.
Tapi, tahu apa yang menarik?
Selain bertemu Luthfi dan Kevin, kawan dari lama yang abadi dengan banyak cerita.
Aku kembali bertemu, dengan Arini (ah tak baik jika jelas ku sebut namanya).
Di sela kesibukannya sebagai mahasiswi, dengan waktu yang disempatkan untuk dibagi.
Kami kambali,
dengan senyumnya,
aku bertukar cerita,
bertukar kisah,
memastikan dirinya masih baik-baik saja.
Tak ada yang lebih baik dibanding kabar kalau ternyata dia masih melanjutkan hari-harinya seperti biasa. Dengan semangat, tanpa menyerah, meski sering ku ledek "sudah menyerah saja", nyatanya dia sudah menyentuk garis akhir untuk pendidikannya. Yang mungkin malah membuat jarak kami semakin jauh saja.
Haha.
Entahlah, semoga dia tetap baik-baik saja, meski bukan aku yang di sampingnya. Setidaknya, doa ini akan selalu menemaninya.
Sebenarnya ingin kubilang, jika ia bertanya
"apakah kau masih mencintaiku?"
"tentu saja, sepenuh hati," akan menjadi jawabanku.
Cuma entahlah, jarak Jakarta dan Jogja yang jauh biar menjadi misteri dengan perjuangan yang terus anak lanang ini usahai, meski nanti apa yang diusahakan ini bukan menjadi milik Arini.
Ah,
terlalu banyak cerita.
Jika kau membaca cerita ini,
aku hanya ingin berpesan,
Aku baik-baik saja.
Meski ditinggal(?).
Meski dipisahkan(?).
Meski dengan perjuangan(?).
Semoga,
apa yang kita usahakan,
apa yang kita semogakan,
dapat disegerakan,
dapat dikabulkan,
dapat menjadi wujud bahwa,
Tuhan selalu bersama kita,
seperti yang biasa kau ucapkan.
SUDAH SAYA CAPEK, menulis tentu saja hehe.
Dah!