Sekilas Kabar.
00:07
Jakarta, 18 Mei 2019.
Puasa yang kesekian di tanah Jawa.
Meninggalkan Jogja, dan memutuskan tak kembali ke Sumatera, membawa diri berproses pada hal baru di Jakarta.Bermula di bulan Juni untuk interview, November menjajaki diri sebagai voulenteer, dan Desember memulai masa probasi sebagai anak baru di federasi. Hari ini, di bulan Mei. 6 bulan sudah aku menjadi pegawai di sebuah federasi yang mungkin banyak tak disukai oleh masyarakat di negara ini.
Hiruk pikuk Jakarta benar-benar membuat badan yang sempat terbenam pada rasa nyaman di Jogja, bangun lagi. Meninggalkan Jarvis (motor Honda Supra X tahun 2008) yang selalu menjadi andalan untuk ditunggangi di Jogja, aku menapaki jarak dan memutari peta Jakarta bersama kendaraan umum.
KRL, Go-Jek, Grab Bike, dan tentu saja MRT.
Dengan kaki yang beruntungnya masih mampu membawa badan berjalan tegak, rutinitas Buaran - Sudirman setiap Senin-Jumat di jalani.
Berdesak-desakan dengan tampang-tampang tegar yang mencari penghidupan di Jakarta, menjadi santapan yang ditemui. Berikut dengan bau-bau tak sedap yang sering tercium di penuh sesaknya KRL dari tubuh yang seharian bekerja di Jakarta.
Ah,
Waktu memang berjalan sangat cepat.
Senin-Jumat begitu saja lewat, dengan Sabtu-Minggu yang begitu saja berlalu.
Di Jogja, aku kehilangan.
Jarvis yang telah lama ditinggalkan, kini menemui penunggang baru. Lewat Zulfikar yang aku mintai tolong untuk mencarikan sebaik-baiknya pengemudi di tanah Raja. Jarvis harus diiklaskan dengan mahar yang cukup menghidupi perut untuk beraktivitas di Ibu Kota.
Sampai akhir, Jarvis tetap berjasa.
Di Jogja, lagi aku menemukan sebuah perasaan.
Memiliki kisah yang biasanya tak bisa dibanggakan, kali ini Jogja membawa satu anak gadisnya lagi ke perasaan anak lanang yang selalu menghabiskan waktu di kamar mandi tak lebih dari 15 menit.
Dinda.
Kisah yang sebenarnya lama dilupakan, kini datang lagi untuk membuat cerita yang baru lagi.
Berawal dari kabar untuk berkunjung ke Ibu Kota, lalu bertemu untuk bertukar cerita.
Dua pertemuan yang berlalu begitu saja, membawa kami pada cerita yang panjang,
tak sampai titik jika malam tak ada batasnya.
Merasa cocok, kami mencoba membuka hal baru lagi.
Ya meskipun pada hubungan yang entah, kami memutuskan untuk bersama dengan koma pada jalan ceritanya.
Berdikari.
Berdiri di atas kaki sendiri, dengan kaki yang berusaha untuk selalu dikuatkan,
membawa diri terus mengiringi hari di sadis dan manisnya Jakarta.
Bekerja pada sesuatu yang baru dengan sedikit gerutu, menjadi 'tim pengelola' yang setiap hari mendapatkan cercaan.
Berproses mencari ilmu sampai berilmu, belajar menjadi manusia sampai tak dianggap sekedar manusia.
Sakit dan sehat, benar dan salah, belajar dan terus belajar.
Sampai jumpa pada tulisan lainnya yang entah.
Sehat dan bahagia, dari hati anak lanang yang semoga masih penuh
cinta.
0 komentar